
 Sebagai seorang Perencana Keuangan alias Financial Planner/Financial  Advisor, saya sering memberikan peringatan terhadap resiko dari suatu  investasi atau produk investasi yang banyak beredar.  Mungkin anda  pernah dengar pribahasa High Risk High Return? Maksudnya adalah  ketika target hasil investasi kita naik, maka resiko dari investasi  kita juga akan ikut naik.  Atau ketika ada sebuah produk yang menawarkan  hasil investasi (return) yang cukup tinggi, maka bisa dipastikan produk  tersebut mengandung resiko "tersembunyi" yang mungkin kita tidak  mengerti atau mengetahuinya.  Meskipun hal ini sering  didengung-dengungkan, tapi masih saja orang yang bertanya-tanya tentang  suatu produk atau bahkan skema investasi. Fenomena menjadi kaya inilah  yang kemudian membuat banyak orang buta alias rasionalnya terganggu  ketika dihadapkan pada tawaran produk investasi yang menjanjikan  memberikan hasil yang sangat tinggi.  Menjadi kaya adalah impian semua  orang, apalagi menjadi kaya secara cepat.  Sayangnya hal tersebut tidak  akan pernah diajarkan oleh seorang Perencana Keuangan.
Dalam proses Perencanaan Keuangan yang baik dan benar yang dilakukan  oleh seorang Perencana Keuangan Independen yang profesional, maka  seorang klien akan dibuatkan sebuah Buku Plan yang sesuai dengan tujuan  keuangan mereka dan akan diminta untuk mengalokasikan dana dan terus  menambah investasi mereka setiap bulan.  Dibutuhkan kegigihan dan  disiplin tinggi untuk selalu bisa melakukan ini setiap bulan selama  bertahun-tahun.  Sayangnya, bagi sebagain besar orang Indonesia yang  ingin serba instant hal ini dirasakan lama dan membuang-buang waktu.   Makanya banyak orang yang mencari jalan pintas untuk meningkatkan hasil  investasinya sampai 50% bahkan ada yang ingin sampai 100% dalam waktu  singkat melalui skema-skema investasi tersebut.  Itulah sebabnya juga  skema investasi masih tetap marak dan banyak menelan korban.
 
 Bermain dengan resiko dan konsekuensi yang akan diterima adalah cukup  berat.  Apabila ada suatu strategi investasi yang bisa memberikan hasil  sampai dengan 50% ataupun 100% maka bisa dipastikan bahwa resikonya pun  akan setimpal yaitu kita mempunyai potensi untuk kehilangan dana kita  50% sampai 100%.  Pertanyaannya adalah apabila kita mempunyai tabungan  satu-satunya sebesar Rp 100 juta yang kita investasikan dengan harapan  mendapatkan hasil 50%, nah pada saat kita berhasil dan investasi kita  naik 50% menjadi Rp 150 juta apakah hal ini akan merubah gaya hidup  kita.  Mungkin iya sedikit, mungkin kita akan membeli HP baru atau  jalan-jalan bersama keluarga. Tapi tidak serta merta membuat kita  menjadi kaya dan menjadi miliuner kan?.
Bagus sekali apabila investasi kita naik 50% akan tetapi seperti yang saya disebutkan di atas apabila bisa naik 50% maka investasi kita pun juga bisa turun 50%. Nah sekarang skenarionya saya balik, pertanyaannya adalah apabila investasi kita turun minimum 50% apa yang terjadi? Ketika dana kita kita satu-satunya yang kita investasikan dengan resiko tinggi ini turun dari 100 juta menjadi hanya tinggal 50 juta, apakah akan merubah hidup kita?. Sudah barang tentu akan terasa berat untuk kita. Kemungkinan kita harus kerja lembur atau mencari penghasilan tambahan agar kita bisa menabung lagi untuk menutup kerugian kita. Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk mendapatkan kembali kerugian Rp 50 juta tersebut? Apakah kerja keras dan kerja tambahan ini setimpal dengan hasil yang kita dapatkan apabila kita untung 50%?
Dari sejak dahulu (awal tahun 2000) sudah banyak skema investasi yang ditawarkan, akan tetapi akhir-akhir ini skema ini semakin banyak dengan berkedok berbagai macam bentuk investasi. Oleh sebab itu fikirkan kembali baik-baik apabila kita ingin serakah dalam berinvestasi. Jangan tergoda dengan skema-skema investasi yang memberikan iming-iming hasil yang menggiurkan dan akibatnya sering menyesatkan. Pergunakan akal sehat kita dan selalu ingat bahwa semakin tinggi hasil investasi yang kita harapkan maka semakin tinggi juga potensi resiko terhadap investasi tersebut.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar